Politeknik imigrasi adalah Perguruan Tinggi Kedinasan yang bernaung di bawah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sebagai salah satu Perguruan Tinggi Kedinasan yang diharapkan mampu mencetak kader-kader pemimpin bangsa.
Setelah menempuh pendidikan di Politeknik Imigrasi , para Taruna lulus menjadi seorang perwira muda yang akan menjadi pemimpin negara. Dan setelah menempuh pendidikan maka para Taruna diharapkan memperoleh status menjadi seorang pejabat imigrasi.
Dijelaskan dalam Undang-Undang keimigrasian nomor 6 tahun 2011 dalam pasal 1 angka 7, “pejabat imigrasi adalah pegawai yang telah melalui pendidikan khusus keimigrasian dan memiliki keahlian teknis keimimgrasian serta memiliki wewenang untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab berdasarkan undang-undang ini.”
Dari pasal 1 angka 7 ini dapat kita cermati bahwa lulusan Politeknik Imigrasi yang telah menempuh pendidikan D4 selama 4 tahun. Belum secara otomatis mendapatkan status Pejabat Imigrasi, melainkan setelah lulus D4 Taruna-Taruni masih mendapatkan predikat CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) meskipun sudah golongan 3A. Disisi lain untuk mendapatkan status Pejabat Imigrasi itu sendiri maka para alumni/lulusan Politeknik Imigrasi harus menunggu 1 tahun untuk menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil).
Baru setelah mendapat status PNS maka lulusan Politeknik Imigrasi bisa mengambil status Pejabat Imigrasi. Yang dalam hal ini status Pejabat Imigrasi dapat diambil melalui pendidikan khusus keimigrasian sesuai dalam pasal 1 angka 7 undang-undang nomer 6 tahun 2011 tentang keimigrasian.
Setelah mendapat status Pejabat Imigrasi, sebagai seorang Pejabat Imigrasi maka memiliki tugas dan wewenang salah satu tugas Pejabat Imigrasidalam Undang-Undang nomer 6 tahun 2011 tentang keimigrasian pasal 74 angka (1) Pejabat Imigrasi melakukan fungsi intelejen keimigrasian.
Dalam menjalankan tugas fungsi sebagai Pejabat Imigrasi, Intelejen Keimigrasian merupakan tugas Pejabat Imigrasi untuk mengetahui, kegiatan, keberadaan adanya kegiatan warga negara asing. Meskipun kegiatan warga negara asing tersebut hanya diduga ada. Dalam Undang-Undang nomer 6 tahun 2011 pasal 74 angka (2) dalam rangka melaksanakan fungsi Intelejen Keimigrasian, Pejabat Imigrasi melakukan penyelidikan keimigrasian dan pengamanan keimigrasian serta berwenang :
a. Mendapat keterangan dari masyarakat atau instansi pemerintah
b. Mendatangi tempat atau bangunan yang diduga dapat ditemukan bahan keterangan mengenai keberadaan dan kegiatan orang asing.
c. Melaksanakan operasi Intelejen Keimigrasian, atau
d. Melakukan pengamanan terhadap data dan informasi keimigrasian serta pengamanan pelaksanaan tugas keimigrasian
Dalam pelaksanaan Undang-Undang nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian, pemerintah membuat Peraturan Permerintah Republik Indonesia nomor 31 tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang nomor 6 tahun 2011.
Pada pasal 202 pasal ini sama persis dengan Undang-Undang nomor 6 tahun 2011, namun dalam pasal 203 yang berbunyi “Dalam melaksanakan fungsi intelejen keimigrasian sebagai mana dimaksud dalam pasal 202, pejabat imigrasi dapat bekerja sama dengan instansi terkait.”
Instansi terkait yang dimaksud dalam PP nomor 31 tahun 2013 pasal 202, adalah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementrian Keungan, Kementrian Luar Negeri, Kementrian Ketenaga Kerjaan dan Transmigrasi, Kementrian Dalam Negeri, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Narkotika Nasional, Badan Intelejen Negara, Badan Intelejen Strategis, Tentara Nasional Indonesia, dan Badan Penanggulangan Terorisme.
Pada pasal 204 dalam PP nomor 31 tahun 2013, berbunyi
(1) “Berdasarkan hasil pelaksanaan fungsi intelejen keimigrasian sebagai dimaksud dalam pasal 202, disusun produk intelejen keimigrasian.”
(2) “ produk intelejen keimigrasian sebagai mana di maksud dalam ayat (1) digunakan sebagai bahan dalam melaksanakan keimigrasian.
Dari pasal 204 maka dapat di simmpulkan bahwa setelah melaksanakan fungsi intelejen maka informasi atau data yang di dapatkan setelah di dapat lalu disusun menjadi sebuah produk intelejen keimigrasian. Dan produk tersebut digunakan sebagai bahan dalam melaksanakan pengawasan keimigrasian.
Dalam menerima informasi mengenai dugaan tindak / kegiatan orang asing di indonesia pejabat imigrasi berhak untuk mengolah ulang dan memastikan dugaan kegiatan warga negara asing.
Dalam membaca tabel informasi / klasifikasi informasi untuk angka 1 menunjukkan keakuratan informasi yang akurat. Semakin ke angka 5 maka semakin berkurang kadar keakuratan informasi tersebut.
Yang berhak menentukan validasi klasifikasi informasi yang masuk ke imigrasi / intelejen imigrasi yakni pejabat imigrasi terutama Direktorat Intelejen untuk lebih jelas dalam Intelejen Imigrasi di bagian pengawasan dan penindakan keimigrasian.
3 tugas fungsi intelejen dibagi menjadi :
1. LID : penyelidikan mengenai keimigrasian yang belum di ketahui kasusnya (proses pengumpulan data)
2. PAM : pengamanan dugaan kasus keimigrasian
3. GAL : penggalangan informasi di laksanakan bersama instansi lain Kepolisian Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, Badan Intelejen Nasional, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementrian Kepegawaian dan Ketenaga Kerjaan, Serta Kementrian Agama
Dala proses intelejen kita juga perlu mengenal RPI (Roda Perputaran Intelejen). Pejabat imigrasi dalam hal ini melakukan full bucket ( pengumpulan data . setelah proses full bucket atau pengumpulan data dilakukan, hasil data dikirimkan oleh pejabat imigrasi ke bagian produk yang kemudian diolah menjadi hasil laporan intelejen. Untuk disajikan ke pimpinan serta meminta arahan selanjutnya. Dan untuk data yang tidak di tindak lanjuti akan dijadikan arsip yang akan digunakan nanti jika kasus yang telah diarsipkan terangkat lagi.
Selain melakukan fungsi intelejen keimigrasian, pejabat imigrasi juga memiliki wewenang melakukan tindakan administratif keimigrasian. Dalam Undang-Undang nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian dalam pasal 75 angka (1) “pejabat Imigrasi berwenang melakukan tindakan administratif keimigrasian terhadap orang asing yang melakukan kegiatan berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum atau tindak menghormati atau tidak menaati peraturan perundang-undangan.” Angka (2) berbunyi “ Tindakan administratif keimigrasian sebagaimana maksud pada angka (1) dapat berupa :
a. Pencantuman dalam daftar pencegahan atau penangkalan
b. Pembatasan, perubahan, atau pembatalan izin tinggal
c. Larangan untuk berada di satu atau beberapa tempat lain tertentu di wilayah Indonesia
d. Keharusan untuk bertempat tinggal di suatu tempat tertentu di wilayah Indonesia
e. Pengenaan biaya beban ; dan / atau
f. Deportasi dari wilayah Indonesia
Angka (3) tindakan administratif keimigrasian berupa deportasi dapat juga dilakukan terhadap orang asing yang berada di wilayah indonesia karena berusaha menghindarkan diri dari ancaman dan pelaksanaan hukuman di negara asalnya.
Sedangkan dalam pasal 76 keputusan mengenai Tindakan Administratif Keimigrasian sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 ayat (1) dan ayat (3) dilakukan secara tertulis dan harus disertai dengan alasan.
Dan pasal 77 ayat (1) orang asing yang dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian dapat mengajukan keberatan kepada Menteri.
(2) menteri dapat mengabulkan atau menolak keberatan yang diajukan orang asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan keputusan menteri.
(3) keputusan menteri sebagaimana di maksud pada ayat (2) bersifat final.
(4) pengajuan keberatan yang diajukan oleh orang asing tidak menunda pelaksanaan tindakan administratif keimigrasian terhadap yang bersangkutan.
Pada pasal 78 Undang-Undang nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian.
(1) Orang asing pemegang izin tinggal yang telah berakhir masa berlakunya dan masih berada dalam wilayah indonesia kurang dari 60 (enam puluh) hari dari batas waktu izin tinggal dikenai biaya beban seusai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Orang asing yang tidak membayarkan biaya beban sebagaimana dimaksud oada ayat (1) dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian berupa Deportasi dan Penangkalan.
(3) Orang asing pemegan izin tinggal yang telah berakhir masa berlakunya dan masih berada dalam wilayah Indonesia. Lebih dari 60 hari dari batas waktu izin tingga dikenai tindakan administratif keimigrasian berupa deportasi dan penangkalan.
Selain tindakan administratif keimigrasian bagi para WNA yang melanggar peraturan, para pencari suaka, korban dari penyelundupan manusia, pejabat imigrasi memiliki wewenang untuk menempatkan warga negara asing di rumah detensi imigrasi (RUDENIM).
Dalam Undang-Undang nomor 6 tahun 2011 pasal 81 (1) Rumah Detensi Imigrasi dapat dibentuk dikota negara, provinsi, kabupaten, atau kota. (2) Rumah Detensi Imigrasi dipimpin oleh kepala. (3) Rumah Detensi Imigrasi berbentuk suatu ruangan tertentu dan merupakan bagian dari kantor Direktorat Jendral, Kantor Imigrasi atau tempat pemeriksaan imigrasi.
Dalam pelaksaan Detensi, Pejabat Imigrasi memiliki wewenang menempatkan Orang Asing dalam Rumah Detensi Imigrasi atau Ruang Detensi Imigrasi jika Orang Asing tersebut :
a. Berada di wilayah Indonesia tanpa memiliki izin tinggal yang sah atau memiliki izin tinggal yang tidak berlaku
b. Berada di wilayah Indonesia tanpa memiliki dokumen perjalanan yang sah
c. Dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian berupa pembatalan izin tinggal karena melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau mengganggu keamanan dan ketertiban umum.
d. Menunggu pelaksanaan deportasi atau
e. Menunggu keberangkatan keluar wilayah Indonesia karena ditolak pemberian tanda masuk.
Selain itu, Pejabat Imigrasi dapat menempatkan Orang Asing yang bermasalah dari Rudenim ke tempat lain apabila orang asing tersebut sakit, akan melahirkan atau masih anak-anak.
Oleh:
Mohammad Wendy Hermansyah - Taruna Tk.I POLTEKIM XIX