Kewenangan penyidik pegawai negeri sipil imigrasi dalam melakukan penyidikan dan penindakan tindak pidana keimigrasian
Kewenangan penyidik pegawai negeri sipil imigrasi dalam melakukan penyidikan dan penindakan tindak pidana keimigrasian terhadap pejabat imigrasi lainnya
    Penyidik pegawai negeri sipil adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu tertentu yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku Penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. Dalam ruang lingkup tindak pidana, tidak semua perkara pidana diselesaikan atau disidik oleh polri, berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 1 UU no. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Bab 1 ketentuan Umum mengatur bahwa penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan. 
    Wewenang penyidikan oleh PPNS diatur berbeda-beda sesuai dengan ruang lingkup Pengangkatan PPNS secara fungsional ditujukan khusus untuk melakukan penyidikan pada bidang-bidang tertentu sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukum pelaksanaan tugasnya, sehingga penyidikannya terbatas sepanjang menyangkut tindak pidana yang diatur dalam undang-undang tersebut. Berdasarkan Undang-undang yang menjadi dasar hukumnya tersebut, PPNS dapat dibentuk lingkungan instansi pemerintahan tertentu, seperti: instansi Bea Cukai, Imigrasi, Kehutanan, Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual, dan sebagainya. 
    Instansi imigrasi yang mengatur keluar masuknya orang dan pengawasannya, mempunyai ruang lingkup yang luas. Imigrasi tidak hanya terbatas pada masalah administratif seperti pembuatan paspor, atau sekedar menerakan cap pada paspor. Dua contoh tersebut sudah termasuk dalam pengawasan adminitstratif orang. Selain melakukan pengawasan instansi imigrasi juga mempunyai wewenang untuk melakukan penindakan. Penindakan dapat dilakukan oleh Unit pelaksana teknis keimigrasian—kantor imigrasi—di bidang/seksi wasdakim (pengawasan dan penindakan keimigrasian). Penindakan dilakukan jika seseorang tersebut terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang keimigrasian. Tindakan yang diberikan terbagi atas dua, tindakan administrative dan tindak pidana keimigrasian. 
    PPNS keimigrasian diberi wewenang sebagai penyidik tindak pidana keimigrasian yang diatur dalam pasal 106 UU no. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, setelah melakukan penyidikan PPNS keimigrasian dapat  langsung meyerahkan berkas perkara kepada Jaksa Penuntum Umum. Dalam pasal 133 UU no. 6 tahun 2011 tentang keimigrasian, diatur tentang ketentuan pidana bagi Pejabat imigrasi atau pejabat lainnya yang termasuk melakukan tindak pidana dalam pasal tersebut.
    Posisi PPNS dalam Kantor imigrasi ataupun dalam institusi imigrasi berbeda-beda tergantung dari penempatan kerja PPNS tersebut, PPNS dapat berada di bidang/sesksi Wasdakim yang memang membawahi proses penindakan keimigrasian, ataupun pada bidang/seksi lain yang tidak menyangkut masalah penindakan maupun pengawasan keimigrasian. Proses penyidikan tindak pidana keimigrasian memang banyak dilakukan oleh PPNS pada bidang/seksi wasdakim karena memang sesuai dengan tugas dari wasdakim itu untuk melakukan penindakan, tapi untuk PPNS diluar Wasdakim masih belum optimal untuk menjalankan tugasnya sebagai penyidik dikarenakan perbedaan tugas fungsionalnya sebagai PPNS dengan tugas sebagai pejabat structural di kantor imigrasi.
    Berdasarkan pada Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia No. M.14.PR.07.04 Tahun 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Imigrasi, bidang Wasdakim mempunyai tugas melakukan pengawasan dan penindakan keimigrasian terhadap orang asing di lingkungan KANIM yang bersangkutan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan untuk penyidikan dan penindakan tindak pidana keimigrasian  untuk pidana yang dilakukan oleh pejabat imigrasi atau pejabat lain masih belum jelas pada bidang/seksi apa yang menangani hal ini.
    Melihat kode etik pegawai imigrasi dalam Permenkumham no. M.HH-02.KP.05.02 tahun 2010 tentang Kode Etik Pegawai Imigrasi, pelanggaran pidana yang berpotensi dilakukan oleh pejabat imigrasi, baik yang tercantum secara khusus dalam Pasal 133 UU No. 6 Tahun 2011 atau pada pasal tindak pidana keimigrasian lainnya seperti pasal 121, 122, 128, 131 dam 132, akan diberikan sanksi tindakan administratif bagi pegawai imigrasi. Tindakan tersebut dianggap merupakan suatu pelanggaran kode etik dan dikenakan sanksi administratif daripada dikenakan pidana keimigrasian.
    Padahal PPNS memiliki wewenang untuk melakukan penyidikan dan penindakan Tindak Pidana Keimigrasian terhadap Pejabat Imigrasi lainnya yang terbukti dalam Pasal 133 ataupun dalam pasal tindak pidana keimigrasian lainnya dalam UU No. 6 Tahun 2011 tentang keimigrasian, PPNS berhak untuk melakukan pro-justisia terhadap Pejabat imigrasi tersebut, tapi hal ini masih belum ada yang melakukan dan malah menerapkan sanksi kepegawaian, karena penerapan sanksi pro justisia dianggap berlebihan untuk diterapkan terhadap kolega pejabat imigrasi. PPNS sebelumnya telah berjanji dan bersumpah untuk melakukan tugasnya secara professional menegakkan hukum di bidangnya masing masing.
Prima Setiawan
Aim XVI
Adenda Kegiatan
| Waktu | Keterangan | 
|---|