Share :  

Berita  |  22 August 2016 - 17:15

REALISASI ASAS RESIPROKAL DALAM PENGAMBILAN KEBIJAKAN BEBAS VISA KUNJUNGAN

Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki banyak aspek penting serta hal-hal yang menunjukkan ciri khas dari sebuah negara yang disebut NKRI. Indonesia, sebuah negara yang terkenal dengan kekayaan alam termasuk dalam sektor Pariwisata. Dalam perkembangan nya sektor pariwisata merupakan salah satu aspek penting yang mendapatkan perhatian dari pemerintah indonesia. Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia yang dalam hal ini adalah pemberian BVKW (Bebas Visa Kunjungan Wisata) dengan dalih meningkatkan devisa negara melalui sektor pariwisata.

Sejatinya, pemberian BVKW (Bebas Visa Kunjungan Wisata) atau yang biasa disebut free visa didasarkan oleh asas timbal bailk dan asas manfaat. Asas yang dimaksud ialah Asas Resiprokal, dimana pemberian kebijakan didasari oleh apa yang diberikan negara lain kepada kita serta manfaat apa yang kita dapatkan dengan adanya kebijakan tersebut .

Akan tetapi, nampaknya asas tersebut telah dilupakan dalam pengambilan kebijakan pemberian free visa, hal ini terbukti dengan pemberian bebas visa terhadap negara-negara yang tidak memberikan timbal balik yang positif terhadap negara kita. Seperti halnya Republik Rakyat Tiongkok, Indonesia memberikan bebas visa bagi warga negaranya , akan tetapi mereka tidak memberikan bebas visa bagi warga negara Indonesia, hal ini merupakan sesuatu yang harus diperhatikan. Fenomena seperti ini seakan mengurangi bargaining power Indonesia di mata dunia, bagaimana tidak, Indonesia seakan seperti membuka pintu selebar-lebarnya bagi WNA melalui bebas visanya secara cuma-cuma. Berbicara mengenai hal ini, lain halnya dengan Brazil dan Amerika Serikat, ketika warga Brazil harus membayar $140 untuk mendapatkan visa Amerika, Brazil juga menerapkan kebijakan yang serupa bagi warga negara Amerika yang ingin mendapatkan visa Brazil. Dari fenomena tersebut dapat terlihat bagaimana penerapan Asas resiprokal yang sebenarnya.

Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 21 Tahun 2016, Indonesia membebaskan visa bagi 169 negara. Dengan pertimbangan meningkatkan pendapatan dari sektor pariwisata, pemerintah memberikan fasilitas bagi WNA yang negaranya tercantum di Perpres tersebut. Akan tetapi, timbul pertanyaan bahwa apakah visa bagi turis yang ingin berlibur di Indonesia merupakan suatu masalah? mengingat biaya untuk mendapatkan visa hanya sebesar $35/30 harinya. Dalam rapat gabungan bersama pemerintah, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin mengatakan, “kebijakan bebas visa dalam setahun ini telah menghilangkan potensi pendapatan negara sampai dengan Rp 1 triliun”. Keberadaan visa tersebut bukanlah menjadi penghalang bagi para turis untuk tidak jadi datang ke Indonesia, karena objek wisata yang dimiliki Indonesia lah yang menjadi daya tarik utama serta alasan para turis untuk memilih destinasi liburan ke negara Indonesia. Kemudian, apabila biaya visa menjadi masalah bagi turis mancanegara maka dapat diasumsikan bahwa mereka memiliki keuangan yang kurang dapat mendatangkan keuntungan bagi negara kita, mengingat tidak ada jaminan bahwa mereka (backpackers) dapat mendatangkan dollar ke Indonesia.

Mengutip pernyataan Wakil Ketua Komisi 1 DPR RI, Tubagus Hasanuddin, Ia mengungkapkan bahwa negara kita telah menghilangkan potensi pendapatan negara sampai dengan Rp 1 triliun. Pendapatan yang dimaksud adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari visa, ia juga mengungkapkan “Kalaupun kita dapat uang dari pariwisata, tapi risikonya tinggi, buat apa?" kata Hasanuddin, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (15/2/2016).  Resiko yang dimaksud adalah penyalahgunaan izin tinggal , timbulnya gangguan keamanan melalui tindak terorisme, dan Tindakan Administratif Keimigrasian lainnya, Karena dianggap mempermudah masuknya mereka ke wilayah NKRI.

Dengan demikian, berdasarkan UU NO 6 Tahun 2011 pasal 43 (2) huruf a  tentang keimigrasian menyatakan bahwa, warga negara dari negara tertentu yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden dengan memperhatikan asas timbal balik dan asas manfaat. Dari pernyataan tersebut, terlihat  jelas bahwa dalam pemilihan negara tertentu yang dimaksud dalam pasal tersebut tidak boleh melupakan asas timbal balik dan asas manfaat, bahkan tidak mengesampingkan selective policy, dimana hanya WNA asing yang bermanfaat dan tidak berpotensi menimbulkan gangguan kemanan negara yang boleh masuk ke dalam wilayah RI.


Tim Redaksi:

  1. Setio Utomo Priono (Taruna Tingkat I - AIM XVIII)
  2. M.Iqbal Romzah (Taruna Tingkat I - AIM XVIII)