Berita  |  15 July 2016 - 17:55

PENTINGNYA AKREDITASI BAGI SEBUAH PERGURUAN TINGGI

Sejak Negara Republik Indonesia mengambil alih tugas keimigrasian dari bangsa Belanda pada tahun 1950, diperlukan Pejabat Teknis Imigrasi untuk seluruh wilayah Negara Indonesia dan perwakilan RI di luar negeri. Guna memenuhi kebutuhan tenaga teknis keimigrasian yang profesional, maka pada tahun 1962 dibentuklah Akademi Imigrasi berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI. Akademi Imigrasi berdiri pada tanggal 21 Desember 1962 berdasarkan pengukuhan dari Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor J.P.17/59/11 tahun 1962 tentang pembentukan Akademi Imigrasi dimana pembentukannya merupakan konsekuensi logis akan kebutuhan Aparatur keimigrasian yang terampil dan profesional yang bertugas sebagai penegak hukum yang kemudian dikembangkan dalam trifungsi Imigrasi (Public service, Security & Law enforcement, National Economic fasilitator).

Dalam kurun waktu 1962-1976 Akademi Imigrasi menghasilkan 3 Angkatan, yaitu AIM I, II, III. Tahun 1976, dibutuhan Pejabat Teknis dalam kurun waktu yang singkat, maka Program pendidikan Akademi Imigrasi dihentikan dan Pendidikan Teknis Keimigrasian dilakukan melalui Crash Program yaitu PTK (Pendidikan Teknis Keimigrasian) dan PDK (Pendidikan Dasar Keimigrasian). Setelah 23 tahun berhenti akhirnya pada tahun 1999, Program pendidikan Akademi Imigrasi diaktifkan lagi dimulai kembali dengan AIM IV.

Saat ini setiap perguruan tinggi baik negeri maupun swasta harus melakukan akreditasi. Kemendiknas sudah menetapkan bila suatu program studi (prodi) dari suatu perguruan tinggi (PT) tidak melakukan akreditasi, setelah tahun 2012, maka prodi tersebut tidak akan diperbolehkan mengeluarkan ijasah. Dan UU perguruan tinggi juga sudah mewajibkan akreditasi sebagai syarat pemberian izin bagi perguruan tinggi.

Akreditasi diperlukan untuk menjamin mutu dari suatu lembaga pendidikan. Selain itu untuk masyarakat umum, akreditasi juga bisa menjadi alat untuk mengukur kesiapan suatu PT untuk melakukan proses pendidikan. Tapi sayangnya saat ini masih banyak PT yang belum terakreditasi, termasuk beberapa PT negeri. Walaupun demikian jumlah PT swasta yang belum terakreditasi jauh lebih banyak daripada PT negeri. Begitu juga dengan Akademi Imigrasi, sejak didirikan pada tahun 1962 hingga saat ini Akademi Imigrasi belum mempunyai akreditasi.

Sebelum adanya Badan Akreditasi Nasional Perguruan TInggi (BAN PT), akreditasi kerap kali hanya diberlakukan pada PTS. Di dalam Pasal 52 Bab XI Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 1989 disebutkan bahwa pemerintah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat dalam rangka pembinaan perkembangan satuan pendidikan yang bersangkutan. Akreditasi yang hanya dilakukan terhadap Perguruan Tinggi Swasta menjadikan akreditasi sebagai suatu pengakuan pemerintah terhadap keberadaan perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Namun, kondisi ini berubah sejak tahun 1994 dengan adanya BAN PT yang dibentuk untuk membantu pemerintah dalam upaya melakukan tugas dan kewajiban melaksanakan pengawasan mutu dan efisiensi pendidikan tinggi. Pembentukan BAN PT ini menunjukkan bahwa akreditasi perguruan tinggi di Indonesia pada dasarnya adalah tanggung jawab pemerintah dan berlaku bagi semua perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta ataupun perguruan tinggi kedinasan. Hal ini sekaligus menunjukkan niat dan kepedulian pemerintah dalam pembinaan penyelenggaraan perguruan tinggi, melayani kepentingan masyarakat, dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.

Kini akreditasi tidak lagi membedakan Perguruan Tinggi Negeri (PTN), Perguruan Tinggi Swasta (PTS) maupun Perguruan Tinggi Kedinasan (PTK). Maka, pengertian akreditasi dalam dunia pendidikan tinggi adalah pengakuan atas suatu lembaga pendidikan yang menjamin standar minimal sehingga lulusannya memenuhi kualifikasi untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi atau memasuki pendidikan spesialisasi, atau untuk dapat menjalankan praktek profesinya. Akreditasi merupakan salah satu bentuk sistem jaminan mutu eksternal yaitu suatu proses yang digunakan lembaga yang berwenang dalam memberikan pengakuan formal bahwa suatu institusi mempunyai kemampuan untuk melakukan kegiatan tertentu. Dengan demikian, akreditasi melindungi masyarakat dari penipuan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Ciri akreditasi oleh BAN PT adalah penilaian yang dilakukan oleh pakar sejawat dari luar institusi terkait dan dilakukan secara voluntir bagi perguruan tinggi yang menyelenggarakan suatu program studi. Kegiatan ini diawali dengan melakukan kegiatan evaluasi diri terhadap komponen dari masukan, proses, dan produk perguruan tinggi yang menyelenggarakan program studi tersebut dan mengirimkan laporannya ke lembaga asesor.

Penilaian yang dilakukan dalam proses akreditasi memiliki tujuan ganda, yaitu:

1.       Menginformasikan kinerja perguruan tinggi kepada masyarakat.

2.       Mengemukakan langkah pembinaan yang perlu ditempuh terutama oleh perguruan tinggi dan pemerintah, serta partisipasi masyarakat.

Peringkat pengakuan yang diberikan oleh pemerintah pada perguruan tinggi didasarkan atas hasil akreditasi perguruan tinggi yang dilaksanakan oleh BAN PT, dengan melakukan akreditasi yang meliputi akreditasi lembaga dan akreditasi program studi.

Kriteria penilaian untuk akreditasi lembaga terdiri atas:

1.       Izin penyelenggaraan pendidikan tinggi

2.       Persyaratan dan kelayakan penyelenggaraan pendidikan tinggi

3.       Relevansi penyelenggaraan program pendidikan dengan pembangunan

4.       Kinerja perguruan tinggi

5.       Efisiensi pengelolaan perguruan tinggi

 Sedangkan Kriteria penilaian untuk akreditasi program studi terdiri atas:

1.       Identitas

2.       Izin penyelenggaraan program studi

3.       Kesesuaian penyelenggaraan program studi dengan peraturan perundang-undangan

4.       Relevansi penyelenggaraan program studi

5.       Sarana dan prasarana

6.       Efisiensi penyelenggaraan program studi

7.       Produktivitas program studi

8.       Mutu lulusan

Klasifikasi penilaian untuk semua kriteria tersebut ditentukan oleh tiga aspek, yaitu mutu (bobot 50%), efisiensi (25%), dan relevansi (25%).

Beberapa instansi bahkan perusahaan swasta pun sudah mensyaratkan calon tenaga kerjanya harus berasal dari perguruan tinggi dengan akreditasi minimal B bahkan A. Karena itu beberapa perguruan tinggi memberikan fotocopy piagam akreditasi kepada para lulusannya. Hal ini dilandasi kesadaran pihak perguruan tinggi terhadap kebutuhan dunia kerja saat ini.

Akreditasi itu salah satunya ditujukan untuk mendorong perbaikan mutu program studi secara berkelanjutan. Dan hasil akreditasi bisa digunakan sebagai dasar untuk berbagai hal, seperti alokasi dana, bantuan dana dari luar, atau pun transfer kredit. Selain itu juga untuk membantu Perguruan Tinggi melakukan penjaminan mutu, sebagai pertanggungjawaban publik Perguruan Tinggi, pembekuan kredit akademik untuk memudahkan mobilisasi mahasiswa. Bahkan akreditasi itu juga bertujuan untuk menjadi bahan pertimbangan penerimaan pegawai, pengakuan ijazah dan kompetensi internasional, dan sebagai dasar sertifikasi atau lisensi, serta bahan masukan untuk evaluasi kualitas Perguruan Tinggi.

Akreditasi juga bisa memberikan manfaat pada semua pihak, baik itu pemerintah, orang tua, pasar kerja nasional maupun internasional, organisasi penyandang dana, dan bagi perguruan tinggi atau program studi yang bersangkutan. Melalui akreditasi, pemerintah bisa lebih mudah menjamin mutu Perguruan Tinggi dan tenaga kerja yang lulus dari Perguruan Tinggi yang sudah terakreditasi. Selain itu juga pemerintah bisa mendapatkan informasi mengenai Perguruan Tinggi untuk menentukan beasiswa atau hibah yang akan diberikan bagi institusi dan mahasiswanya. Perguruan Tinggi yang sudah terakreditasi juga menjadi media informasi bagi para calon pendaftar atau orang tua, pasar kerja, dan organisasi penyandang dana mengenai kualitas Perguruan Tinggi serta lulusannya. Dan manfaat bagi Perguruan Tinggi yang bersangkutan, mereka akan mendapatkan informasi untuk lebih meningkatkan kualitas dan perencanaan akademiknya. Mereka juga akan lebih mudah menjaring kemitraan dengan institusi lain dari dalam maupun luar negeri. Hal ini tentunya akan sejalan dengan tujuan dibentukknya Akademi Imigrasi sebagai salah satu pencetak kader-kader pimpinan di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia khususnya di lingkungan Direktorat Jendral Imigrasi.

Pada saat ini Akademi Imigrasi menyelenggarakan pendidikan dengan jenjang program diploma III (D-III) dan sedang melakukan proses peningkatan status menjadi Politeknik Imigrasi dengan 4 (empat) program studi yaitu Hukum Keimigrasian, Administrasi Keimigrasian, Manajemen Teknologi Keimigrasian, dan Diploma III (D-III) Keimigrasian.

Diharapkan dengan peningkatan status Akademi Imigrasi menjadi Politeknik Imigrasi akan meningkatkan mutu lulusan menjadi lebih unggul di dalam bidangnya dan menjadi lulusan yang berkualitas dan profesional.

 

RIO RESTU PRABEKTI

Taruna AIM XVI